Satukata.co – Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) tampak seperti anak tiri di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Meski ditetapkan sebagai Daerah Otonom Baru (DOB) oleh DPR RI sejak 2012, Mahulu tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi Purwoharsojo, menyatakan keprihatinannya terhadap ketertinggalan pembangunan di Mahulu. Menurutnya, Mahulu yang merupakan kawasan perbatasan darat, secara geostrategik adalah pintu gerbang dari Indonesia ke Malaysia (Serawak).
“Terutama dari segi infrastruktur jalan dan ketersediaan jaringan telekomunikasi yang hingga kini masih sangat tertinggal dari wilayah lain di Kaltim,” tegas Purwadi.
Purwadi berpendapat, penetapan Mahulu sebagai DOB tidak membawa dampak signifikan terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim maupun Pemerintah Pusat. Terbukti, setelah sepuluh tahun, kondisinya masih tertinggal. Sebagai daerah otonomi baru, seharusnya pemerintah provinsi dan pusat memberikan perhatian serius.
“Bukan justru menganaktirikan dan menutup mata melihat ketertinggalan pembangunan yang ada,” bebernya.
Ia menjelaskan bahwa akses ke Mahulu sangat sulit terjangkau. Melalui jalur sungai, masyarakat harus menghadapi biaya yang cukup tinggi serta potensi kapal ferry atau speedboat terkena arus Sungai Mahakam yang deras.
“Mau lewat darat, kondisi jalan juga sangat buruk, belum lagi ban pecah di jalan. Ini kan anak tiri gitu loh. Seperti diberi status, tapi tidak diberi vitamin, tidak diperhatikan,” kritiknya.
Padahal, baik Presiden RI dan menterinya sering datang ke Kaltim, baik untuk groundbreaking proyek di Ibu Kota Nusantara (IKN) atau kunjungan kerja ke beberapa kabupaten dan kota.
“Ada proyek megah IKN. Tapi justru tidak memperdulikan ketertinggalan pembangunan di kabupaten kota se-Kaltim, terutama di Mahulu yang merupakan wilayah perbatasan,” ucapnya.
“Kalau perlu saat presiden ke IKN, mampirlah ke Mahulu. Mahulu ini kan pintu gerbangnya Kaltim yang harus dijaga. Tapi justru internet, air bersih, dan listriknya masih sangat sulit. Belum lagi persoalan lainnya,” ungkapnya.
Purwadi juga mengkritik Pemprov Kaltim yang memilih naik helikopter ke Mahulu. Menurutnya, seharusnya Gubernur atau PJ Gubernur Kaltim melewati jalan darat untuk mengetahui langsung betapa sulitnya akses menuju ke Mahulu.
“Kalau perlu gubernur tidur di sana (Mahulu) sebulan dulu. Susuri ujung ke ujungnya. Jadi jangan hanya laporan di atas kertas saja yang bagus. Tapi ke sana naik pesawat, ke sana naik helikopter, enggak pernah jalan darat, sama juga bohong,” tegasnya.
Ketertinggalan pembangunan di Mahulu, tambah Purwadi, juga menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pejabat di daerah tersebut. Mereka perlu memperjuangkan anggaran ke pemerintah provinsi hingga pusat. Sehingga, alokasi anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) yang digelontorkan setiap tahun bisa meningkat dan berdampak pada kemajuan pembangunan.
Beberapa waktu lalu, Wakil Bupati Mahulu, Yohanes Avun, juga sempat menyampaikan aspirasinya terkait kurangnya perhatian pemerintah provinsi dan pusat terhadap pembangunan infrastruktur jalan di tetangga Kabupaten Kutai Barat tersebut.
Saat ini, kata Avun, Pemkab Mahulu masih fokus pada pembangunan sarana pemerintahan. Seperti rumah sakit yang belum memadai, fasilitas pendidikan yang masih harus banyak diperhatikan, serta banyak instansi pemerintah Mahulu yang belum memiliki kantor permanen.
“Artinya APBD kita di Mahulu ini fokusnya ke situ dulu. Kalau kita mau bangun jalan lagi dengan kondisi keuangan yang ada belum mencukupi,” ucapnya.
“Karena jalan penghubung dari Kutai Barat sampai di Long Apari masih non-status, kita berharap APBN lah yang lebih banyak ke situ,” harap Avun kala itu.