Satukata.co, Samarinda — Wakil Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) H. Seno Aji melakukan silaturahmi dengan para kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura di Tenggarong. Pertemuan berlangsung hangat dan penuh makna sebagai bentuk penghormatan terhadap eksistensi lembaga adat tertua di Nusantara tersebut.
Hadir dalam kesempatan itu sejumlah tokoh Kesultanan, antara lain H. Adji Mustawan bergelar Adji Pangeran Temenggung Pranoto, H. Adji Muhammad bergelar Adji Pangeran Ratoe Kusuma, H. AM. Khairuddin bergelar Adji Pangeran Hario Surya Adi Kesuma, H. Ali Zain Faisal bergelar Adji Pangeran Hario Surya Adi Manggala, H. AM. Hasanuddin bergelar Adji Pangeran Ario Putro Amidjoyo, Adji Suheli bergelar Adji Bambang Suheli, Adji Pramudya Satya Ananta bergelar Adji Raden Ananta Kambek, M. Faisal bergelar Bambang Faisal, Iqbal Muttaqin bergelar Raden Sokma, Hendrawan bergelar Bambang Hendrawan, dan Saleh bergelar Raden Salah.
Pertemuan yang digelar di Ruang kantor Wakil Gubernur di Lantai 2 Jl. Gajah Mada bejalan dengan suasana kekeluargaan dengan semangat memajukan daerah. Pihak kesultanan memberikan dukungan moril kepada Wakil Gubernur untuk terus memberikan gagasan-gagasan serta mengapresiasi perhatian Pemprov Kaltim terhadap keberadaan Kesultanan melalui berbagai bentuk bantuan dan dukungan kegiatan adat. Namun, mereka juga berharap Pemprov dapat mengayomi seluruh suku yang ada di Tanah Kutai, dengan tetap menghormati adat istiadat Kesultanan.
“Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Haji Seno Aji gelar beliau Raden Seno Aji yang artinya beliau saat ini juga menjadi bagian kerabat kesultanan Kutai Kartanegara. Alhamdulillah sudah sejak lama kami mengharap pertemuan ini akhirnya ditengah kesibukan Pak Wagub masih mau memprioritaskan kami untuk berjumpa & berdiskusi tentang kaltim”, ujar Adji Mustawan, yang juga merupakan putra Gubernur pertama Kaltim.
Pihak Kesultanan juga sempat menyinggung usulan pembangunan pendopo yang sempat ramai diperbincangkan, dan menurut mereka keinginan tersebut adalah sesuatu yang wajar. Bahkan gagasan itu bagi kerabat Kesultanan menyatakan dukungannya selama bertujuan memperkuat kebersamaan antar-suku di benua etam.
“Kami kini paham setelah mendengar penjelasan Pak Wagub, bahwa rencana pembangunan pendopo masih berupa usulan. Sejak dulu masyarakat Jawa dan suku-suku lain telah hidup berdampingan dengan Kesultanan Kutai. Kami mendukung langkah yang memperkuat persatuan itu, selama tetap menghormati adat Kutai,” tutur Adji Mustawan bergelar Adji Pangeran Temenggung Pranoto.
Para kerabat juga menyoroti persoalan ekonomi daerah. Mereka berharap Kesultanan Kutai dan masyarakat Kaltim dapat lebih mandiri, mengingat sumber daya alam daerah ini telah memberi sumbangsih besar bagi Republik sejak masa lampau.
“Kami sedih ketika mendengar bahwa untuk kegiatan besar seperti Erau saja, Kesultanan masih harus menunggu bantuan pemerintah. Padahal sejak masa Sultan Sulaiman, Kutai sudah membuka minyak, batu bara, dan emas yang hasilnya dinikmati seluruh negeri,” lanjut Adji Mustawan.
Lebih lanjut, Kerabat Kesultanan juga menyatakan menolak keras pengurangan Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor tambang dan minyak untuk Kaltim. Mereka menilai dana tersebut merupakan hak daerah atas hasil bumi yang sebagian besar berada di wilayah Kesultanan Kutai.
“Kaltim sudah memberikan andil besar dengan PDRB mencapai 900 triliun rupiah per tahun. Sudah sewajarnya Kaltim mendapat porsi lebih besar untuk kemakmuran rakyatnya,” tegasnya.
Dalam sebuah pernyataan sikap kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura menyatakan permintaan kepada Presiden RI untuk mengembalikan status Daerah Istimewa Kutai atau memberikan otonomi khusus bagi Kalimantan Timur.
“Kaltim adalah anak baik yang selalu ikhlas berbagi hasil kepada seluruh wilayah republik ini. Kini saatnya republik memberi perhatian lebih kepada Kaltim, sebagai wilayah bersejarah dan gerbang Ibu Kota Negara,” pungkas Adji Mustawan.
Selain itu, pihak Kesultanan juga meminta agar Museum dan Ketopong dikembalikan pengelolaannya (saat ini dikelola Pemprov Kaltim) ke Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, karena dianggap sebagai simbol marwah dan sejarah Kesultanan yang turut berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. (ANA)