Satukata.co – Forum Himpunan Kelompok Kerja 30 (FH Pokja 30) mengadakan diskusi terbuka bersama awak media di Hotel MidTown Jalan Hasan Basri, Rabu (24/11/2021).
Dalam kesempatan ini, Direktur FH Pokja 30 Kaltim Buyung Marajo menyampaikan banyak materi yang berhubungan dengan sektor ekstraktif, khususnya pertambangan mineral dan batubara (minerba).
Buyung Marajo pun menegaskan bahwa dia ingin adanya perubahan terhadap aktivitas pertambangan di Kaltim dan semua stakeholder harus mendukung.
“Semua pemangku kepentingan baik di pusat, provinsi, kabupaten/kota maupun masyarakat harus terlibat. Kita akan melakukan pertemuan berikutnya dengan mereka,” jelasnya.
Menurutnya, masyarakat merupakan penerima manfaat sekaligus akibat dari aktivitas pertambangan di Benua Etam. Namun sayangnya, selama ini masyarakat tidak tahu harus melapor ke mana.
“Kadang-kadang ketika melapor ke pemerintah kabupaten/kota itu malah mentah dapatnya. Alasan kabupaten/kota, kami tidak punya kewenangan atas itu. Alasannya apa, UU Nomor 3 Tahun 2020. Di mana kewenangan diambil oleh pusat, itu menjadi dilema dan alasan pemerintah,” paparnya.
Padahal, jika ingin melihat aturan yang ada di Kaltim. Sebenarnya, provinsi yang dipimpin Gubernur Isran Noor ini juga memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan jalan umum dan jalan khusus untuk kegiatan pengangkutan batu bara dan kelapa sawit.
“Dan itu dapat diperkuat lagi dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 43 Tahun 2013. Kita masih punya kewenangan untuk itu, hanya saja pemimpin daerah kita membiarkan ini. Bahkan mungkin aparatur hukum juga ikut membiarkan hal ini, akhirnya semakin dibiarkan saja penambangan liar itu dan makin menjamur,” katanya.
Seharusnya ada tindakan yang cepat untuk penanganan aktivitas pertambangan di Kaltim. Buyung berharap agar Gubernur Kaltim punya kewenangan yang sifatnya dapat menindak hal itu.
“Entah kewenangan seperti apa, yang jelas kewenangan itu dapat menjamin ketentraman dan keselamatan warga negaranya. Itu harapan kami,” tegasnya.