Satukata.co – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Samarinda menyoroti kehidupan mewah DPRD Kota Samarinda.
Ketua LBH PMII Samarinda, Rahman Danan, menyebut beberapa anggota dewan memiliki gaya hidup mewah yang diumbar di media sosial atau flexing.
“Ada dua perilaku yang kami soroti saat ini, Sugiyono selaku Ketua DPRD Samarinda tidak melaporkan hasil kekayaannya di LHKPN, sedangkan Celni mengumbar gaya hidup mewah di media sosial,” Ungkapnya.
Pasalnya, perilaku flexing ini dapat melukai hati masyarakat miskin di Samarinda. Ia mengungkap hasil BPS terdapat 41 ribu jiwa masih dalam kategori miskin di Kota Samarinda.
“Seharusnya mereka yang melakukan flexing bisa membaca kondisi masyarakat dan menjadi cerminan masyarakat. Perilaku tersebut tidak sejalan prinsip ‘Tasharruful Iman Al-Arra’iyyah, Manuthun Bil Maslahati’,” jelasnya.
Danan juga menyampaikan terdapat pada pasal 3 ayat (1) dan (3) Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2015 tentang kode etik DPR RI yang berbunyi untuk menghindari segala bentuk perilaku yang tidak pantas dan melanggar moral dan etika masyarakat baik di dalam gedung DPR maupun di luar Gedung.
“Lihat mereka mengumbar barang-barang mewah branded seperti tas mahal, liburan ke luar negeri, yang kemudian postingan tersebut diunggah di media sosial yang bisa diakses seluruh masyarakat Samarinda,” bebernya.
Selain itu, LBH PMII Samarinda juga menyoroti anggota dewan yang tidak mendaftarkan hasil kekayaan di LHKPN.
“Padahal sudah jelas diatur dalam pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme yang berbunyi setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat,” terangnya.
Maka pihaknya melayangkan beberapa tuntutan, pertama LBH PMII mengecam dan mengutuk segala bentuk flexing harta kekayaan sebelum dan setelah menjabat.
“Yang kedua LBH PMII Samarinda akan mengambil langkah konkrit dengan melaporkan dugaan pelanggaran kode etik tersebut kepada majelis kehormatan dewan (MKD),” tutupnya. (RD)