SatuKata.co – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, terbukti telah melanggar kode etik secara serius. Konsekuensinya, Anwar diberhentikan dari jabatan Ketua MK. Meskipun tidak lagi menjabat sebagai Ketua, Anwar masih memegang status sebagai hakim konstitusi.
Selain itu, Anwar juga dilarang untuk mencalonkan diri atau diusulkan kembali sebagai pemimpin MK selama masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berlangsung. Keputusan tersebut didasarkan pada pelanggaran Prinsip Ketakberpihakan, di mana Anwar tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu, Anwar Usman juga dinyatakan bersalah karena sengaja membuka peluang bagi pihak luar untuk ikut campur dalam pengambilan keputusan. Akibatnya, ia tidak diizinkan untuk terlibat dalam perkara perselisihan hasil Pemilu 2024 (pilpres dan pileg) dan pilkada yang memiliki potensi konflik kepentingan.
Meskipun demikian, Majelis Kehormatan MK menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan untuk menilai Mahkamah Konstitusi terkait dengan batas usia calon presiden dan wakil presiden. Terdapat juga pendapat yang berbeda dari anggota Majelis Kehormatan, Bintan R. Saragih, yang menganggap bahwa Anwar Usman seharusnya diberhentikan tanpa hormat.
Sumber NarasiDaily