Oleh : Rusydi Kurniawan ( Praktisi Pendidikan )
avicenna.rk@gmail.com
“Buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik.”
“Orang buta politik begitu bodoh, sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya seraya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, dan rusaknya perusahaan nasional serta multinasional yang menguras kekayaan negeri.” Bertolt Brecht, penyair Jerman (1898-1956)
Manusia tidak bisa lepas dari politik karena sifat sosial manusia melahirkan berbagai macam aturan kehidupan termasuk politik, secara umum politik mengambil istilah dari Plato diartikan sebagai konsep pengaturan masyarakat, karena menyangkut kebijakan dengan tujuan kesejahteraan, kemakmuran dan segala peningkatan kualitas serta hajat hidup orang banyak.
Hal tersebut bisa berjalan baik jika masyarakat memiliki pemahaman, kemampuan dan keterlibatan terhadap politik secara baik, namun jika tidak, tentu politik sebagai alat peningkatan mutu hidup manusia tidak akan berjalan sesuai harapan dan idealnya.
Efek dari kurangnya pemahaman politik secara baik dan mendalam akan mengakibatkan beberapa fenomena, seperti yang banyak terjadi di Indonesia, diantaranya yang sering muncul dalam dinamika politik adalah :
Pertama: Politik uang (money politic)
Fenomena politik uang yang sering disebut money politic adalah praktik pemberian uang atau barang lainnya kepada pemilih untuk mempengaruhi hasil pemilu (Ibrahim Z. Fahmy Badoh dan Abdullah Dahlan, 2010). Hal ini sering terjadi pada pemilu di Indonesia, baik Pemilihan Umum Anggota Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden, hingga Pemilihan Kepala Daerah. Penerapan politik uang seperti ini dapat merusak demokrasi dan menurunkan kualitas pemimpin terpilih.
Politik uang bukan perkara biasa karena merupakan perilaku yang melanggar peraturan perundangan dan dapat dikenai sanksi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, pada Pasal 515 menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,- (tiga puluh enam juta rupiah)“.
Kedua: Politik identitas
Fenomena politik identitas melibatkan penggunaan identitas etnis, agama, dan ras sebagai alat untuk mendapatkan dukungan politik. Hal ini sering terjadi dalam pemilu di Indonesia, di mana kandidat politik menggunakan identitas etnis atau agama tertentu untuk mendapatkan dukungan dari kelompok tersebut. Secara normatif identitas adalah hal yang baik karena melekat pada diri dan menciptakan hal-hal murni dari sebuah komunitas dan masyarakat, tapi berubah menjadi buruk jika diterapkan dalam politik karena fenomena ini dapat memecah belah masyarakat dan meningkatkan polarisasi politik.
Pendidikan Politik Jembatan Politik Berkualitas
Fenomena politik di atas merupakan beberapa contoh kompleksitas politik di Indonesia.
Untuk mengatasi fenomena tersebut diperlukan upaya yang komprehensif, seperti penegakan hukum yang solid, reformasi kebijakan yang komprehensif, dan peningkatan kesadaran politik masyarakat. Upaya tersebut dapat juga dijembatani dengan memberikan pendidikan politik di masyarakat.
Pendidikan politik merupakan proses pembelajaran yang memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang sistem politik, proses demokrasi, hak dan kewajiban warga negara, serta partisipasi politik.
Pendidikan politik yang baik akan membantu masyarakat memahami dengan jelas sistem politik, hak dan kewajiban warga negara, serta pentingnya berpartisipasi aktif dalam politik. Dengan cara ini, masyarakat akan lebih mampu berpartisipasi dalam kegiatan politik, memilih pemimpin yang berkualitas dan memperjuangkan hak-haknya secara efektif.
Negara wajib meningkatkan pendidikan politik melaui lembaga penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu, lembaga pendidikan sejak tingkat menengah dan partai politik di masyarakat untuk mengatasi dampak buruknya politik yang tidak santun. Pendidikan politik dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti seminar, diskusi, kampanye sosial dan praktek sejak di sekolah tingkat menengah.
Dengan menerapkan solusi pendidikan politik yang tepat, tentu masyarakat dapat memahami pentingnya proses politik yang bersih dan jujur, guna meminimalisir terjadinya politik uang dan identitas dalam proses politik dan kekuasaan di Indonesia. Pendidikan politik yang baik dapat diterapkan untuk mengantisipasi politik uang dan politik identitas hingga menghasilkan politik yang santun dan berkualitas.